PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN; KOTA KUPANG SEBAGAI WATERFRONT CITY
Abstract
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28, UUD 1945).
Secara jelas disampaikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama baik masyarakat kaya
miskin, normal dan berkebutuhan khusus. Hal ini sejalan dengan NUA ( New Urban Agenda) dimana
berkomitmen pada 2 agenda dari 175 agenda yaitu menjadikan kota sebagai kota layak huni (city for
all) dengan infrastruktur yang ramah terhadap semua orang baik lansia, anak-anak, wanita dan orang
dengan kebutuhan khusus (difabel).
Lebih jauh, PBB memiliki komitmen tujuan SDG ( Sustainable Development Goals) yang
dikhususkan pada target ke-11 yaitu membuat kota dan permukiman penduduk yang inklusif dan
berkelanjutan. Tujuan baik ini diterapkan di seluruh kota di Indonesia tidak terkecuali dengan Kota
Kupang.
Kota Kupang sebagai ibu kota provinsi NTT merupakan kota tepian air telah bertumbuh pesat dalam
10 tahun terakhir. Hal ini berdampak pada bertumbuhnya permukiman-permukiman liar organik dan
menyebar di sepanjang tepian air. Pertumbuhan permukiman liar ini minim terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar dan berada di kawasan rawan bencana alam dan sosial. Hal ini nampak pada
kawasan-kawasan tepian air seperti pinggiran Kali dendeng, sepanjang pesisir Oesapa , Lasiana dan
Pasir Panjang.
Sejak 2015- 2019 pemerintah pusat menargetkan penuntasan kumuh di Indonesia dan salah satunya di
Kota Kupang. Target ini sejalan dengan visi Kota Kupang yang bercita-cita mewujudkan Waterfront
City yang ideal, berketahanan dan berkelajutan. Pemerintah daerah kota Kupang telah
mengidentifikasi lokasi-lokasi kumuh dan rentan kumuh antara lain di kawasan Oesapa, Oeba, Air
mata yang berada di tepian air.
Pembangunan di kota Kupang telah melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan
pengendalian untuk mewujudkan wajah baru kota Kupang di masa depan sebagai Waterfront City.
Dalam pelaksanaannya diperlukan peran aktif dari berbagai stakeholder agar percepatan pembangunan
dengan konsep Waterfront City dapat terwujud. Namun kenyataannya, rencana tata kota dan dokumen
perencaan yang sudah disusun, belum diimplementasikan secara optimal, sehingga terdapat gap yang
besar antara perencanaan dan pelaksanaan.
Penyebab ketidaksesuaian perencanaan dan pelaksanaan antara lain masalah kepemimpinan,
pembiayaan, sumber daya manusia, penegakkan hukum serta masalah sosial. Untuk itu diperlukan
kolaborasi antar stakeholder yang terpadu dalam menyelesaikan masalah ini. Kolaborasi dan
keterpaduan dapat memperkuat peran pemerintah sebagai penentu pelaksanaan pembangunan dalam
integrasi program, penegakkan hukum, pemberian sanksi atau reward.